Skip to content

Berita

SiOces membahas penyakit menular Neglected Tropical Disease

Congue iure curabitur incididunt consequat

Promkes Jabar SiOces membahas penyakit menular yang masuk kepada Neglected Tropical Disease (NTD) melalui podcast-nya dengan narasumber Yudi Khoharudin, ST., MAP., sebagai Kepala Seksi (Kasie) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Jawa Barat yang disiarkan melalui kanal YouTube Promkes Jabar pada Selasa, (12/4/2022). Menurut Kasie Yudi, NTD ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus, bakteri atau cacing yang hanya ada di negara tropis dan rata-rata diderita oleh masyarakat yang memiliki taraf hidup rendah. Selain itu juga menurutnya, perhatian terhadap penyakit-penyakit yang masuk kepada NTD ini kurang, tidak seperti TBC atau HIV.

Dinkes Jabar, menurut Yudi, mengelompokkan NTD menjadi 5 penyakit di antaranya DBD, filariasis, kusta, frambusia dan gigitan hewan penular rabies (GHPR. Berdasarkan keterangannya, Bidang P2PM Dinkes Jabar selalu mengkoordinasikan petugas pada tingkat Kabupaten/Kota termasuk bidan untuk memiliki pemahaman yang sama dan mumpuni terkait NTD. “Jabar luar biasa dalam melaksanakan program (pencegahan) filariasis. Di awal, dari 27 kab/kota melakukan POPM (pemberian obat pencegahan secara massal) untuk filariasis dan ada 11 kab/kota dari hasil penentuan daerah endemis dan ada 11 kab/kota yang digalakkan POPM selama 5 tahun, tdk 1-2 th tp 5 th sasaran 2-27 th sehingga alhamdulillah dari 11 itu, ada 3 kota yaitu Depok, Bekasi, dan Kab. Bandung yang sudah tereliminasi. Maka, untuk mencapai eliminasi bukan lah hal mudah, sangat butuh perhatian luar biasa dan komitmen luar biasa,” kata Kasie Yudi.

Dalam keterangannya, Kasie Yudi menerangkan untuk mencegah NTD diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosa, karena meski tidak menyebabkan kematian, filarisosis bisa menyebabkan kecacatan secara permanen. Salah satu upaya untuk pencegahan menurutnya adalah dengan membuat pemetaan daerah mana saja yang punya risiko tinggi filariasis dengan menggunakan survei darah jari yang dilakukan harus pada malam hari. “Mikro filaria itu di malam hari. Diambil dari ujung jari pakai mikroskop. Ada mikro filarianya atau tidak. Sama besar atau lebih besar dari 1% mikro filarianya itu termasuk daerah endemis kalau di bawah 1% bukan wilayah endemis,” ujarnya. 

Pencegahan pengendalian penyakit NTD ini kata Kasie Yudi bisa dilakukan melalui dua hal yakni peningkatan kompetensi atau kemampuan petugas kesehatan/ organisasi profesi seperti IDI atau PPNI dan merekrut organisasi kemasyarakatan. Kemudian dalam keterangannya terkait kusta, Kasie Yudi mengatakan kusta dapat menular apalagi jika pengobatan atau penanganannya tidak tepat atau tidak tuntas akan menyebabkan kecacatan. Maka dari itu menurutnya peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. “Misal ada gejala kusta seperti panu yang merupakan gejala awal kusta. Kalau masyarakat yang tidak tahu mungkin akan menganggap panu biasa. Tapi kalau misal panu mati rasa itu seharusnya sudah curiga. Namun selain itu, diagnosa kusta juga memerlukan hasil dari laboratorium, dan kalau dibiarkan (kusta) ini akan menyerang syaraf,” tambahnya.

Dalam mencegah kusta, Dinkes Jabar melalui bidang P2PM dibantu NLR (Netherland Reprosi) bntu jabar untuk melakukan kegiatan inovatif seperti PEP (Post Exposure Prophylaxis). “Jadi apabila ada satu orang yang positif kusta, nantinya akan dilakukan 3T seperti covid. 3T ini mencakup tracing, testing, pengobatan. Kalau positif, nanti kriterianya akan masuk PB atau MB. Secara teknis PB bercaknya kurang dari 5 MB sedangkan PB lebih dari 5 MB. Pengobatannya pun berbeda, kalau PB itu 6 bulan sedangkan MB itu 12 bulan,” kata Kasie Yudi. Selanjutnya, dalam melakukan pencegahan terhadap rabies, menurut Kasie Yudi bisa dicegah melalui vaksin terhadap hewan berdarah panas seperti anjing atau monyet. Hanya saja harga per dosisnya lumayan mahal karena bisa mencapai Rp 1.5 juta. “Kalau digigit (hewan rabies), cuci pakai detergen 15 menit secara terus-menerus lalu pakai obat merah dan lapor ke ptugas kesehatan,” tutupnya.

Berita Lain

Close
Close