Provinsi Jawa Barat merupakan
salah satu provinsi terbanyak dengan data sarana Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Hingga 31 Oktober 2022,
tercatat sebanyak 385 perusahan yang terdiri dari 233 PBF pusat dan 152 PBF
cabang,
“PBF pusat dan cabang itu
perlu dilakukan monev secara bertahap setiap tahunnya oleh dinas kesehatan
provinsi agar selalu senantiasa taat terhadap ketentuan regulasi,” kata Kepala
Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana dalam Forum Group Discussion (FGD) PBF
dalam Rangka Pemenuhan Standar sesuai Regulasi di Wilayah Provinsi Jawa Barat
secara virtual melalui Zoom Meetings, Selasa (8/11/2022).
Dengan diberlakukannya UU No.
11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko kemudian yang
diturunkan dengan Permenkes No. 14 tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha
dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan memberikan perubahan arah kebijakan yang berbeda dengan sebelumnya,
dimana pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk melakukan usaha
sesuai dengan keahliannya tidak terkecuali usaha di bidang sediaan farmasi dan
alat kesehatan, namun kemudahan tersebut tetap harus diikuti dengan peningkatan
standar keamanan dan kualitas produk yang beredar yang tujuannya agara
masyarakat dapat menggunakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
berkualitas serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
Sesuai dengan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 104 ayat (1)
disebutkan bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/ atau keamanan dan/ atau khasiat/
kemanfaatan. Dan pasal 196 ayat (2) menyebutkan juga bahwa setiap orang yang
dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan, dan mutu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
“Untuk itu
setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti
pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan
masyarakat dan merupakan tanggungjawab semua pihak baik pemerintah maupun
swasta,” lanjutnya.
Wawasan
kesehatan yang diperlukan dalam upaya pembangunan kesehatan adalah wawasan
mengenai keamanan dan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang beredar di masyarakat.
Peran
pemerintah dalam menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
diimplementasikan dalam pra perizinan sarana, pasca perizinan, penilaian izin
edar produk dan post market surveilance
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Setelah
mendapatkan izin edar pun perlu dipastikan bahwa produk tersebut secara terus
menerus sesuai dengan persyaratan peraturan keamanan, mutu dan manfaat sesuai standar
“Dengan adanya rapat
koordinasi ini baik dari tim perizinan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Dinas
Kesehatan dan DPMPTSP), Balai Besar Pom Bandung, para pelaku usaha dan apoteker
penanggung jawab sarana distribusi farmasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman,
pengetahuan dan kemampuan sdm terkait perizinan dan kewajiban-kewajiban pelaku
usaha. Semoga kegiatan ini berjalan dengan lancar,” tutupnya.
Kepala
Dinas Kesehatan
Provinsi
Jawa Barat
dr.
R. Nina Susana Dewi, Sp.PK(K)., M.Kes., MMRS