Skip to content

Berita

Anak Pendek Belum Tentu Stunting! Cegah Saat 1000 HPK

Congue iure curabitur incididunt consequat

Stunting merupakan masalah gizi yang disebabkan oleh multifaktor dan membutuhkan penanganan multisektoral. Percepatan penurunan stunting melalui optimalisasi cakupan intervensi yang berbasis bukti terus dilakukan agar target penurunan menjadi 14% di tahun 2024 dapat tercapai.

Dalam 10 tahun terakhir, prevalensi stunting di Indonesia sudah mulai menunjukkan terjadinya penurunan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat bahwa antara tahun 2013-2019 telah terjadi penurunan sebesar 9,5% atau sekitar 1,6% per tahun.

Pencegahan stunting dapat dilakukan  selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak, dimulai dari awal kehamilan hingga 2 tahun setelah lahir sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar agar tumbuh kembang optimal,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana dalam webinar dengan tema “Tentang Anak” bersama CISDI secara virtual melalui Zoom Meetings, Kamis (27/10/2022).

Sejak saat perkembangan janin di dalam kandungan, hingga usia anak 2 tahun menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang.

 

“Oleh karena itu untuk mencetak anak Indonesia khususnya Jawa Barat yang sehat dan cerdas, langkah awal yang paling penting adalah pastikan pemenuhan gizi ibu dan bayi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia 2 tahun. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengalami malnutrisi,” tambahnya.

 

Sementara itu, Ketua TP PKK Jawa Barat Atalia Praratya mengatakan bahwa permasalahan stunting merupakan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan sendiri melainkan harus dilakukan secara bersama-sama.

 

“Mohon dukungan dari semua termasuk yang memiliki akses supaya pendamping masyarakat kader posyandu untuk memberikan bekal salah satunya seperti bagaimana cara penimbangan dan pengukuran (anak) yang benar,” kata Atalia yang kerap disapa Bu Cinta ini.

 

Bu Cinta menekankan bahwa target sasaran di 27 Kabupaten/ Kota di Jawa Barat masing-masingnya masih punya ranah yang harus diselesaikan sehingga harus diselesaikan secara bersama-sama.

 

Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Cut Hafifah sebagai narasumber dalam webinar ini mengatakan, anak dengan ukuran tubuh pendek belum tentu stunting namun anak stunting sudah pasti bertubuh pendek. Oleh karena itu ia menekankan kepada para orang tua untuk memperhatikan tumbuh kembang anak saat 1000 HPK.

“Seorang bayi bertambah panjang 25 sentimeter dalam satu tahun pertama kehidupannya dan bertambah berat badan hingga tiga kali berat lahir,” ujarnya.

 

Ia turut menegaskan bahwa mencegah anak stunting lebih baik yakni dengan memenuhi asupan nutrisi bagi anak-anak dengan memperhatikan asupan karbohidrat, lemak, dan protein hewaninya.

 

Dampak stunting pada anak jangka pendek dapat dilihat seperti gangguan tumbuh kembang otak, IQ rendah, gangguan sistem imun dan jangka panjangnya seperti perawakan pendek, risiko penyakit diabetes dan kanker meningkat, kematian usia muda, produktivitas menurun.

 

Kebutuhan dasar dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu kebutuhan fisis-biomedis (asuh), kebutuhan kasih sayang/emosi (asih) dan kebutuhan stimulasi (asuh.) Salah satu kebutuhan asuh yang penting adalah nutrisi, terutama untuk anak usia sampai 2 tahun. Dua tahun pertama kehidupan merupakan periode kritis, di fase ini anak harus mendapat asupan makanan dengan gizi optimal. Pemenuhan nutrisi anak ini kemudian terbagi menjadi beberapa fase. Dimulai dari pemberian asi sampai usia 6 bulan. Dilanjutkan dengan ASI dan MP-ASI untuk anak usia 6-12 bulan. Kemudian, ASI ditambah makanan keluarga untuk anak usia12-24 bulan.

Hasil SSGI tahun 2021 menunjukkan prevalensi stunting Jawa Barat sebesar 24,5%. Rata – rata penurunan stunting dalam tiga tahun terakhir di Jawa Barat sebesar 1,35%. Namun demikian, apabila mengacu pada batasan WHO sebesar 20% yang dianggap bahwa stunting bukan lagi sebagai masalah kesehatan masyarakat, maka masih terjadi gap sebesar 4,5%, sedangkan untuk mencapai target RPJMD sebesar 19% dan RPJMN 2024 sebesar 14%, maka diperlukan upaya inovasi agar terjadi penurunan 3 – 3,5% per tahun di Jawa Barat.

Di Provinsi Jawa Barat terdapat 5 Kabupaten/ Kota dengan prevalensi tinggi yaitu Garut (35,2%), Cianjur (33,7%), Bandung (31,1%) dan Kota Cirebon (30,6%).

 

Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat

dr. R. Nina Susana Dewi, Sp.PK(K)., M.Kes., MMRS.

Berita Lain

Close
Close